Saturday 28 November 2009

Nekat Di Ujung Penantian I


Dulu aku pernah cerita tentang dilematisnya kondisi perusahaan ku menangani problematika keuangan yang dimanage dengan tidak apik oleh bos ku. Cash-flow jadi tidak jelas. Hutang terhadap hampir seluruh supplier belum terbayarkan. Ironisnya, nyaris ada yang sampai 1 tahun tidak terbayar, dari termin 2 bulan maksimal yang diberikan mereka. Kas besar, jelas tidak pernah tahu real keberadaannya atau recordnya. Apakah masih ada atau memang sudah tidak ada sama sekali karena limit/penggunaan yang sudah mencapai nilai platform yang diberikan pihak Bank.

Sementara itu,, perusahaan harus tetap jalan. Para kariditur (customer) harus tetap mendapatkan suply barang. Para karyawan harus tetap mendapatkan gaji dan uang makan. Mungkin itu agenda/program pertamaku pada saat itu. Agenda yang harus aku perjuangkan, dimana para supplier sudah tidak mau lagi memberikan barangnya sebelum nota-nota yang tertunggak dibayarkan. Agenda yang harus aku jalani, dimana bos kini sudah tidak lagi berbuat apa-apa. Bahkan, datang ke kantorpun sudah jarang. Malah, akhir-akhir ini sudah tidak pernah datang lagi. Hampir 1 bulan dia tidak pernah menginjakan kakinya ke kantornya ini. Sungguh ironi memang. Kami semua berharap andilnya ada pada saat kondisi seperti ini. Kita semua berharap, dia mampu menyelesaikan keterpurukan situasi perusahaan ini. Namun yang didapat hanya sebuah penantian tak berujung.

Dengan segala keterpurukan dan penantian ini, aku mencoba nekat mengambil alih pimpinan dan berinisiatif melanjutkan eksistensi perusahaan. Dengan agenda yang telah aku sebutkan tadi, aku mencoba melobi beberapa supplier baru dan supplier lama yang tidak bermasalah untuk menyuplai barang pada kami. Alhamdulillah, aku telah mendapatkan 2 supplier baru dan 2 supplier lama yang mau berinteraksi dan percaya dengan kami. Walaupun kontribusi mereka hanya mampu meng-cover 40% kebutuhan perusahaan, aku masih harus tetap bersyukur. Setidaknya, loncatan pertamaku ini bisa membuat laju perusahaan bergerak.

Minggu pertama adalah sebuah harap dari para supplier tadi untuk mengirimkan barang-barang yang telah aku order. Berharap bahwa kebutuhan yang 40% tadi dapat tersuplai pada minggu ini. Sayangnya, dipenghujung minggu, pengiriman mereka hanya kami dapat sekitar 10% saja dari nilai PO. "Walah...!!!" batinku.

"Hmm.. mungkin memang stok mereka lagi kosong kali yah..?!", begitu gumamku menghubur diri.

Minggu kedua, aku mulai menjual dan mengirimkan beberapa pesanan/order kariditur (customer) yang sudah menumpuk dengan barang seadanya, sambil tetap menunggu supplai susulan dari para supplier tadi. Banyak keluhan yang keluar dari para kariditur atas pesanan yang mereka minta. Namun aku berusaha menjelaskan tentang keberadaan barang yang lambat dari para supplier. Aku sendiri tidak menyampaikan kondite perusahaanku yang bermasalahkan? Apa kata mereka nanti.. Bisa-bisa mereka akan beralih ke tempat lain dan justru menambah buruk keadaan. Tapi, aku sendiri yakin bahwa dengan kondisi seperti ini, dimana supplai untuk mereka (kariditur) tidak terpenuhi, akan ada langkah buat mereka untuk beralih. Minimal mereka akan membagi konsentrasi pembelian barang pada tempat lain selain tempatku. Wajar saja bukan? Toh mereka juga harus survive. Dan hal itu aku amini dan aku maklumi.
Dipenghujung minggu kedua inipun, ternyata asupan dari supplier belum juga muncul.. "Berabe nih..!!", pikirku. Tanpa ba-bi-bu lagi, aku langsung menelpon para supplier itu. Ini salah satu cuplikan dari percakapan via telepon pada salah satu supplier baru. SMJ (sinar mentari Jaya) yang berlokasi di Jatinegara.

Aku  : "Halo pak..,, Kok barang-barang pesenan saya belum datang semua yah?"
SMJ : "Sebelumnya saya minta maaf nih pak Andi.. Apa pak Andi yakin bisa membayar barang-barang yang akan saya berikan?"
Aku  : "Loh.. bukannya terminnya 1,5 bulan pak? Ini kan baru 2 Minggu?"
SMJ : "Iya sih memang.. Tapi yang saya maksud bukan barang-barang yang minggu kemaren saya kirim pak.., tapi barang-barang selanjutnya? Bukan apa-apa pak, saya sudah banyak mendapat aduan dari para sales yang kebetulan bertandang ke tempat saya. Mereka mengatakan bahwa perusahaan bapak bermasalah dengan keuangan. Terus terang saya jadi khawatir... hehehe"

WALAH...!!! Ternyata itu toh masalahnya..! Begitu hebatnya jaringan penjualan di kota ini. Sehingga kesulitan keuangan perusahaanku mampu menulari supplier-supplier baru melalui getok tular para sales.

"PR baru lagi nih...", batinku.

Akhirnya, pada minggu ketiga, aku mencoba merubah teknik pembayaran gaya termin lama. Aku men-split  total sebuah nota berdasarkan harian. Dan langsung aku bayarkan ke mereka (suppliers) ketika terkumpul pada hari selasa dan kamis dari setoran kariditur setiap harinya. Sehingga jumlah pembayaran tidak akan besar pada hari jatuh-temponya. Dan sangat jelas, misinya adalah memberikan image baik kepada para supplier itu. Aku tahu bahwa hal ini tidak lazim. Namun aku tetap harus mendapatkan prestisi dan kepercayaan para supplier tersebut.

Sungguh tepat teknik yang aku lakukan tentang gaya pembayaran baru ini. Hasilnya adalah para supplier sangat lancar memberikan barang-barang mereka sesuai PO yang aku berikan. Hmm... Aku terus melakukan order hingga kebutuhan perusahaanku tercover hingga mencapai 60% hanya dalam waktu 2 minggu saja.

Sayangnya aku terlalu terlena dan emosional. Aku lupa melakukan budgeting. Aku lupa bahwa ketika aku nekat mengambil alih perusahaan, aku tidak dibekali modal dalam bentuk uang cash. Aku lupa bahwa di dunia per-kariditan, ada sebuah nilai rasio permodalan dimana jumlah omset per-tahun dikalikan 2. Hal ini lepas dari perhitunganku tatkala aku melihat kembali agenda dari tabel pembayaran supplier yang nyaris menanjak dari pendapatan setoran para customer per minggunya. Ya Allah.... Batinku.

Ada PR besar yang kini aku hadapi. PR yang harus segera aku pecahkan dalam waktu 20 hari dari sekarang. Nyaris seharian aku menatapi layar komputer yang berada di meja kantorku dalam rangka melihat tabel-tabel agenda pembayaran supplier. Hingga pada sore hari, dimana gema-gema takbir IDUL-ADHA berkumandang, aku memerintahkan 1 orang anak buahku untuk melakukan penjualan aset yang berada didaerah yang dimiliki perusahaanku. Dengan sebuah harapan penuh, aset tersebut dapat terjual dalam waktu yang relatif singkat ini. Semoga saja, di tengah gemuruh takbir, ada sebuah doa yang bisa mengeluarkan kami dari kesulitan ini... Amin..Ya Rob..








No comments:

Post a Comment